Kondomisasi adalah program dari Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi. Program ini diluncurkan beberapa waktu setelah Bu Menkes dilantik. Dalam konferensi persnya beliau merencanakan melakukan pembagian kondom pada kalangan beresiko. Kalangan beresiko ini diantranya adalah pelajada dan mahasiswa. Keduanya dianggap beresiko karena perilaku yang marak dilakukan mereka yakni free seks. Alih-alih menyelesaikan masalah HIV / AIDS, Ibu Menkes justru mendorong perilaku asusila ini.
Di sisi lain kondompun disangsikan kemampuannya untuk mencegah masuknya HIV. Ini dikarenakan ukuran pori-porinya yang masih terlalu besar dibandingkan HIV. Pori-pori kondom dalam keadaan tidak meregang sebesar 1/60 mikron dan saat meregang 10 kali lebih besar ukurannya adapun ukuran virus HIV itu kira-kira sebesar 1/250 mikron. Dengan perbandingan ini maka keduanya ibarat mobil yang melaju di jalan tol. Tidak ada hambatan. HIV akan dengan mudah masuk dan menulari pemakai kondom.
Dengan realita ini maka jelas kondom bukanlah solusi jitu untuk mengatasi HIV / AIDS. Layaknya seorang dokter yang beritikad baik untuk menyembuhkan sang pasien, maka kita harus mencari dulu apa penyebab menularnya HIV / AIDS. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Surabaya bahwa penyebab utama penularan HIV / AIDS adalah free seks. Dari 62,7 persen pengidap HIV / AIDS di Kota Pahlawan, 89 % disebabakan perilaku free seks. Sehingga untuk memberantas HIV / AIDS bukannya dilakukan dengan kondomisasi yang jelas-jelas tidak mampu mencegah penularan virus HIV, tapi dilakukan dengan memberantas masalah free seks. Sayangnya tidak banyak kalangan yang memperhatikan penyebab utama ini, termasuk pemerintah. Pemerintah justru sibuk memasarkan kondom yang jelas-jelas mendorong terjadinya free seks.